Pertempuran
ini dipicu kaburnya tawanan Jepang pada Minggu, 14 Oktober 1945. Pada
pukul 6.30 WIB, pemuda-pemuda rumah sakit mendapat instruksi untuk
mencegat dan memeriksa mobil Jepang yang lewat di depan RS Purusara.
Mereka menyita sedan milik Kempetai dan merampas senjata mereka. Sore
harinya, para pemuda ikut aktif mencari tentara Jepang dan kemudian
menjebloskannya ke Penjara Bulu (sekarang LP Wanita Bulu).
Sekitar
pukul 18.00 WIB, pasukan Jepang bersenjata lengkap melancarkan serangan
mendadak sekaligus melucuti delapan anggota polisi istimewa yang waktu
itu sedang menjaga sumber air minum bagi warga Semarang yakni Reservoir
Siranda di Candilama. Kedelapan anggota Polisi Istimewa itu disiksa dan
dibawa ke markas Kidobutai di Jatingaleh.
Sore
itu juga tersiar kabar tentara Jepang menebarkan racun ke dalam
reservoir itu. Rakyat pun menjadi gelisah. Sebagai kepala RS Purusara
(sekarang Rumah Sakit Umum Pusat Dr Kariadi) Dokter Kariadi berniat
memastikan kabar tersebut. Selepas Magrib, ada telepon dari pimpinan
Rumah Sakit Purusara, yang memberitahukan agar dr. Kariadi, Kepala
Laboratorium Purusara segera memeriksa Reservoir Siranda karena berita
Jepang menebarkan racun itu.
Dokter
Kariadi kemudian dengan cepat memutuskan harus segera pergi ke sana.
Suasana sangat berbahaya karena tentara Jepang telah melakukan serangan
di beberapa tempat termasuk di jalan menuju ke Reservoir Siranda. Istri
Dr. Kariadi, drg. Soenarti mencoba mencegah suaminya pergi, namun gagal.
Ternyata
dalam perjalanan menuju Reservoir Siranda itu, mobil yang ditumpangi
dr. Kariadi dicegat tentara Jepang di Jalan Pandanaran. Bersama tentara
pelajar yang menyopiri mobil yang ditumpanginya, dr. Kariadi ditembak
secara keji. Ia sempat dibawa ke rumah sakit sekitar pukul 23.30 WIB.
Ketika tiba di kamar bedah, keadaan dr. Kariadi sudah sangat gawat.
Nyawa dokter muda itu tidak dapat diselamatkan. Ia gugur dalam usia 40
tahun satu bulan.
Pada
tanggal 28 Oktober 1945, Gubernur Jateng Mr Wongsonegoro meletakkan
batu pertama pembangunan monumen ini di dekat alun-alun. Namun karena
pada bulan November 1945 meletus perang melwan sekutu dan jepang, proyek
ini terbengkalai. Kemudian tahun 1949, Badan Koordinasi Pemuda
Indonesia (BKPI) memprakarsai pembangunannya kembali. Namun upaya ini
pun gagal karena kesulitan pendanaan.
Pembangunan
baru berjalan lancar ketika pada 1951 Walikota Semarang Hadi Soebeno
Sosro Werdoyo membentuk panitia Tugumuda. Lokasi pun dipindah dari
alun-alun ke lokasi sekarang. Desain tugu dkerjakan oleh Salim,
sedangkan relief pada bagian bawah digarap seniman hendro. Batu-batu
didatangkan dari Kaliurang dan Paker. Tanggal 10 November 1951
diletakkan batu pertama oleh Gubernur Jateng Boediono dan pada tanggal
1953 bertepatan dengan Hari Kebangkitan nasional Tugu Muda diresmikan
oleh Presiden Soekarno.
Tugumuda
sempat mengalami beberapa penambahan, terutama pada kolam dan taman.
Kini kawasan Tugumuda ditetapkan sebagai kawasan cagar budaya. Penetapan
itu berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2011 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah 2011-2031. Di kawasan ini terdapat bangunan
bersejarah seperti Gedung Lawangsewu, Wisma Perdamaian, Gereja Katedral,
Museum Mandala Bhakti, dan bangunan Pasar Bulu.
Setiap
malam, terlebih malam minggu, Tugumuda sangat ramai. Lokasi ini mudah
dijangkau karena terdapat di pusat kota. Dari Simpanglima, anda bisa
naik angkot atau kendaraan ke arah barat dan akan sampai dalam waktu
sekitar 15 menit.
No comments:
Post a Comment